Senin, 06 Juni 2016

“Saya Bukan Budak”


Dalam perjalanan hidup ini kita sering kali dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang sulit, tak ayal terkadang kita tak mampu untuk memilih salah satu dari sekian pilihan yang ada dan membiarkan tubuh dan jiwa ini seolah berlari dari kenyataan. Padahal, tak semua orang mempunyai kesempatan untuk memilih bahkan untuk memimpikan datangnya pun seolah ini menjadi hal yang mustahil.

Budak contohnya, dalam sejarahnya budak merupaan manusia yang tak mempunyai hak apapun dalam hidupnya, bahkan hak hidup itu sendiri sebenarnya tak ada dalam dirinya apalagi sampai mempunyai pilihan dalam menjalani hidupnya.

Maka sudah selayaknya kita bersyukur dengan apa yang berlaku sekarang ini. bagaimana caranya? Dengan mengambil keputusan untuk memilih salah satu dari sekian banyak pilihan yang ada dan tak membiarkan diri kita terus berlari dari kenyataan. ingat, saat memilih kita harus benar-benar bebas dari apaun, tak ada paksaan dari orang lain untuk memilihnya. Pilihan itu harus datang dari jiwamu.  Saat kita memilih kita memproklamirkan diri kita sebagai manusia seutuhnya.

Lalu bagaimana jika ada manusia yang mencoba menjadikan kita budak? Budak disini tentunya bukan seperti budak jaman dulu, perbudakan sekarang dalam bentuk transfer gagasan atau pemikiran yang penerapannya harus dan tidak boleh menggunakan cara lain selain cara yang disampaikannya. Praktek ini kini sedang berlangsung ditengah-tengah kehidupan kita atau bahkan kita sebenarnya sudah dimasukan kedalam perbudakan jenis baru ini.

Perbudakan ini menurut Penulis sangat terlihat ketika kita bicara tentang organisasi baik yang bergerak dalam politik, ekonomi, budaya, maupun organisasi sosial. Dimana kaum muda tak diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasannya untuk kemajuan bangsa terutama organisasinya. Jika kita merasa dalam lingkaran tersebut sudah saatnya kita kaum muda menyatakan “Saya Bukan Budak”. Tentu dengan resiko disebut pembangkang dan ditendang dengan seenaknya tentunya dengan air ludah mendarat lebih dulu kemuka daripada sepatunya. Kalau kita takut dengan resiko tersebut, sudah selayaknya dan tak boleh marah kita disebut budak.

Serang, 5 Juni 2016
Nurjaya Ibo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar